Panduan Sholat Dhuha – Niat dan Bacaan Doa
Sholat Dhuha
BY GUNAWAN – MAY 9, 2013
POSTED IN: SHOLAT
Sholat Dhuha
Panduan Sholat Dhuha - Niat dan Bacaan Doa
Sholat Dhuha
Sholat dhuha atau sholat sunah dhuha merupakan
sholat sunah yang dikerjakan pada waktu dhuha. Waktu dhuha merupakan waktu
dimana matahari telah terbit atau naik kurang lebih 7 hasta hingga terasa panas
menjelang shalat dzhur. atau sekitar jam 7 sampai jam 11, tentunya setiap
daerah berbeda, tergantung posisi matahari pada daerah masing-masing. Sholat
dhuha sebaiknya dikerjakan pada seperempat kedua dalam sehari, atau sekitar
pukul sembilan pagi. Sholat dhuha dilakukan secara sendiri atau tidak berjamaah
(Munfarid)
Niat Sholat dhuha
Untuk niat sholat dhuha hampir sama dengan
sholat sunah lainnya, yaitu sebagai berikut
Ushallii sunnatadh-dhuhaa rak’ataini lillaahi
ta’aalaa
arti dalam bahasa Indonesia :
Aku niat shalat sunat dhuha dua rakaat, karena
Allah.
Tata cara sholat dhuha
Tata cara sholat dhuha hampir sama dengan
sholat sunah pada umumnya,
Setelah membaca niat seperti yang telah
tertulis diatas kemudian membaca takbir,
Membaca doa Iftitah
Membaca surat al Fatihah
Membaca satu surat didalam Alquran. Afdholnya
rakaat pertama membaca surat Asy-Syam
dan rakaat kedua surat Al Lail
Ruku’ dan membaca tasbih tiga kali
I’tidal dan membaca bacaannya
Sujud pertama dan membaca tasbih tiga kali
Duduk diantara dua sujud dan membaca bacaanya
Sujud kedua dan membaca tasbih tiga kali
Setelah rakaat pertama selesai, lakukan rakaat
kedua sebagaimana cara diatas, kemudian Tasyahhud akhir setelah selesai maka
membaca salam dua kali. Rakaat-rakaat selanjutnya dilakukan sama seperti contoh
diatas.
Jumlah rakaat sholat dhuha
Sholat dhuha dilakukan dalam satuan dua rakaat
satu kali salam. Sementara itu untuk berapa jumlah maksimal sholat dhuha ada
pendapat yang berbeda dari para ulama, ada yang mengatakan maksimal 8 rakaat,
ada yang maksimal 12 rakaat, dan ada juga yang berbedapat tidak ada batasan.
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai perbedaan
pendapat jumlah rakaat sholat dhuha silahkan simak penjelasan yang kami kutip
dari konsultasi syariah di bawah ini
Pertama, jumlah rakaat maksimal adalah delapan
rakaat. Pendapat ini dipilih oleh Madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Dalil
yang digunakan madzhab ini adalah hadis Umi Hani’ radhiallaahu ‘anha,
bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memasuki rumahnya ketika fathu
Mekah dan Beliau shalat delapan rakaat. (HR. Bukhari, no.1176 dan Muslim,
no.719).
Kedua, rakaat maksimal adalah 12 rakaat. Ini
merupakan pendapat Madzhab Hanafi, salah satu riwayat dari Imam Ahmad, dan
pendapat lemah dalam Madzhab Syafi’i. Pendapat ini berdalil dengan hadis Anas
radhiallahu’anhu
من صلى الضحى ثنتي عشرة ركعة بنى الله له قصرا من ذهب في الجنة
“Barangsiapa yang
shalat dhuha 12 rakaat, Allah buatkan baginya satu istana di surga.” Namun
hadis ini termasuk hadis dhaif. Hadis ini diriwayatkan oleh Tirmidzi, Ibn
Majah, dan Al-Mundziri dalam Targhib wat Tarhib. Tirmidzi mengatakan, “Hadis
ini gharib (asing), tidak kami ketahui kecuali dari jalur ini.” Hadis ini
didhaifkan sejumlah ahli hadis, diantaranya Al-Hafidz Ibn Hajar Al-Asqalani
dalam At-Talkhis Al-Khabir (2: 20), dan Syaikh Al-Albani dalam Al-Misykah (1:
293).
Ketiga, tidak ada batasan maksimal untuk shalat
dhuha. Pendapat ini yang dikuatkan oleh As-Suyuthi dalam Al-Hawi. Dalam
kumpulan fatwanya tersebut, Suyuthi mengatakan, “Tidak terdapat hadis yang
membatasi shalat dhuha dengan rakaat tertentu, sedangkan pendapat sebagian
ulama bahwasanya jumlah maksimal 12 rakaat adalah pendapat yang tidak memiliki
sandaran sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Hafidz Abul Fadl Ibn Hajar dan
yang lainnya.”. Beliau juga membawakan perkataan Al-Hafidz Al-’Iraqi dalam
Syarh Sunan Tirmidzi, “Saya tidak mengetahui seorangpun sahabat maupun tabi’in
yang membatasi shalat dhuha dengan 12 rakaat. Demikian pula, saya tidak
mengetahui seorangpun ulama madzhab kami (syafi’iyah) – yang membatasi jumlah
rakaat dhuha – yang ada hanyalah pendapat yang disebutkan oleh Ar-Ruyani dan
diikuti oleh Ar-Rafi’i dan ulama yang menukil perkataannya.”
Setelah menyebutkan pendapat sebagian ulama
Syafi’iyah, As-Suyuthy menyebutkan pendapat sebagian ulama malikiyah, yaitu
Imam Al-Baaji Al-Maliky dalam Syarh Al-Muwattha’ Imam Malik. Beliau mengatakan,
“Shalat dhuha bukanlah termasuk shalat yang rakaatnya dibatasi dengan bilangan
tertentu yang tidak boleh ditambahi atau dikurangi, namun shalat dhuha termasuk
shalat sunnah yang boleh dikerjakan semampunya.” (Al-Hawi lil fataawa, 1:66).
Kesimpulan dan Tarjih
Jika dilihat dari dalil tentang shalat dhuha
yang dilakukan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam jumlah rakaat maksimal yang
pernah beliau lakukan adalah 12 rakaat. Hal ini ditegaskan oleh Al-’Iraqi dalam
Syarh Sunan Tirmidzi dan Al-’Aini dalam Umdatul Qori Syarh Shahih Bukhari.
Al-Hafidz Al ‘Aini mengatakan, “Tidak adanya dalil –yang menyebutkan jumlah
rakaat shalat dhuha– lebih dari 12 rakaat, tidaklah menunjukkan terlarangnya
untuk menambahinya.” (Umdatul Qori, 11:423)
Setelah membawakan perselisihan tentang
batasan maksimal shalat dhuha, Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan,
“Pendapat yang benar
adalah tidak ada batasan maksimal untuk jumlah rakaat shalat dhuha karena:
Hadis Mu’adzah yang bertanya kepada Aisyah
radhiallahu’anha, “Apakah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam shalat dhuha?”
Jawab Aisyah, “Ya, empat rakaat dan beliau tambahi seseuai kehendak Allah.”
(HR. Muslim, no. 719). Misalnya ada orang shalat di waktu dhuha 40 rakaat maka
semua ini bisa dikatakan termasuk shalat dhuha.
Adapun pembatasan delapan rakaat sebagaimana
disebutkan dalam hadis tentang fathu Mekah dari Umi Hani’, maka dapat dibantah
dengan dua alasan: pertama, sebagian besar ulama menganggap shalatnya Nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika fathu Mekah bukan shalat dhuha namun shalat
sunah karena telah menaklukkan negeri kafir. Dan disunnahkan bagi pemimpin
perang, setelah berhasil menaklukkan negri kafir untuk shalat 8 rakaat sebagai
bentuk syukur kepada Allah. Kedua, jumlah rakaat yang disebutkan dalam hadis
tidaklah menunjukkan tidak disyariatkannya melakukan tambahan, karena kejadian
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam shalat delapan rakaat adalah peristiwa
kasuistik –kejadian yang sifatnya kebetulan– (As-Syarhul Mumthi’ ‘alaa Zadil
Mustaqni’ 2:54).
Doa sholat dhuha
Do’a Shalat Dhuha bahasa Arab :
Berikut ini merupakan bacaan doa sholat dhuha
dalam bahasa arab
اَللهُمَّ اِنَّ الضُّحَآءَ ضُحَاءُكَ، وَالْبَهَاءَ بَهَاءُكَ، وَالْجَمَالَ جَمَالُكَ، وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ، وَالْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ، وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ. اَللهُمَّ اِنْ كَانَ رِزْقَى فِى السَّمَآءِ فَأَنْزِلْهُ وَاِنْ كَانَ فِى اْلاَرْضِ فَأَخْرِجْهُ وَاِنْ كَانَ مُعَسَّرًا فَيَسِّرْهُ وَاِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ وَاِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ بِحَقِّ ضُحَاءِكَ وَبَهَاءِكَ وَجَمَالِكَ وَقُوَّتِكَ وَقُدْرَتِكَ آتِنِىْ مَآاَتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ
Do’a Shalat Dhuha bahasa indonesia
Sedangkan bagi yang belum bisa membaca tulisan
Arab, bisa membaca tekst latin di bawah ini
Allahumma innadh dhuha-a dhuha-uka, wal
bahaa-a bahaa-uka, wal jamaala jamaaluka, wal quwwata quwwatuka, wal qudrata
qudratuka, wal ishmata ishmatuka. Allahuma inkaana rizqi fis samma-i fa
anzilhu, wa inkaana fil ardhi fa-akhrijhu, wa inkaana mu’asaran fayassirhu,
wainkaana haraaman fathahhirhu, wa inkaana ba’idan fa qaribhu, bihaqqiduhaa-ika
wa bahaaika, wa jamaalika wa quwwatika wa qudratika, aatini maa ataita
‘ibadikash shalihin.
Artinya doa sholat dhuha
Di bawah ini merupakan arti dari bacaan sholat
dhuha
“Ya Allah,
sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagunan-Mu,
keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, penjagaan adalah
penjagaan-Mu, Ya Allah, apabila rezekiku berada di atas langit maka
turunkanlah, apabila berada di dalam bumi maka keluarkanlah, apabila sukar mudahkanlah,
apabila haram sucikanlah, apabila jauh dekatkanlah dengan kebenaran dhuha-Mu,
kekuasaan-Mu (Wahai Tuhanku), datangkanlah padaku apa yang Engkau datangkan
kepada hamba-hambaMu yang soleh”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar